RSS

Arsip Bulanan: Maret 2011

>Berbuat Baik & Menjauhi Keburukan

>

Sayidina Ali ra

Kebaikan bukanlah dengan bertambah banyaknya harta dan anakmu. Akan tetapi kebaikan adalah dengan bertambah banyaknya ilmumu, bertambah besarnya kesabaranmu, dan engkau menyaingi orang lain dengan ibadahmu kepada Tuhan mu. Maka, jika engkau berbuat baik, engkau memuji Allah ‘Azza wajalla; dan jika engkau berbuat buruk, engkau beristighifar kepada Allah.

Tidak ada kebaikan di dunia ini kecuali bagi dua golongan manusia, yaitu: Pertama, seseorang yang berbuat dosa, lalu dia cepat-cepat meluruskan perbuatannya dengan bertobat. Kedua, seseorang yang bersegera dalam amal kebajikan. Tidaklah dipandang sedikit

   1. perbuatan yang dilakukan dengan ketakwaan, maka bagaimana dapat dikatakan sedikit suatu perbuatan yang diterima (Allah)?
   2. Kesempatan terus berjalan seperti jalannya awan. Oleh karena itu, cepat-cepatlah kalian ambil segala kesempatan yang baik (sebelum Ia berlalu dari kalian).
   3. Kedermawanan yang sebenarnya adalah berniat melakukan kebaikan kepada setiap orang.
   4. Di antara amal kebajikan yang paling utama adalah: berderma di saat kesusahan, bertindak benar ketika sedang marah, dan memberi maaf ketika mampu untuk menghukum.
   5. Kebaikan yang tidak ada keburukan di dalamnya adalah bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, dan bersabar ketika mendapatkan musibah.
   6. Berbuatlah kebaikan dan janganlah kalian meremehkannya sedikit pun. Sebab, yang kecilnya adalah besar dan sedikitnya adalah banyak. Dan janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian mengatakan, ”Sesungguhnya orang lain Iebih utama dalam hal melakukan kebaikan ini daripada saya.” Maka, demi Allah, perkataannya akan menjadi kenyataan. Sesungguhnya bagi kebaikan dan keburukan ada pemiliknya (pelakunya). Maka, bagaimanapun kalian meninggalkan di antara keduanya, ada orang lain yang akan mengerjakannya.
   7. Jika seseorang meninggal dunia, terputuslah segala amal nya kecuali tiga: sedekah jariah; ilmu yang dia ajarkan kepada manusia lalu mereka mendapatkan manfaat dengannya; dan anak yang saleh yang mendoakannya.
   8. Maafkanlah kesalahan orang-orang yang memiliki akhlak yang mulia karena setiap orang di antara mereka, jika melakukan suatu kesalahan, pasti tangan Allah ada bersama tangannya yang mengangkat kesalahannya itu.
   9. Janganlah engkau meninggalkan kebaikan karena zaman selalu berputar. Banyak sekali orang yang pagi harinya mengharapkan kebaikan (pemberian) orang lain berubah menjadi orang yang diharapkan kebaikannya oleh orang lain, dan orang yang kemarinnya mengikuti orang lain berubah menjadi orang yang diikuti.
  10. Permulaan kebaikan di pandang ringan, tetapi akhirnya dipandang berat. Hampir-hampir saja pada permulaannya dianggap sekadar menuruti khayalan, bukan pikiran; tetapi pada akhirnya dianggap sebagai buah pikiran, bukan khayalan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa memelihara pekerjaan lebih berat daripada memulainya.
  11. Dengan kebaikan, orang yang merdeka dapat diperbudak.
  12. Pasti untukmu ada seorang teman di dalam kuburmu. Oleh karena itu, jadikanlah temanmu itu seorang yang berwajah tampan yang wangi baunya. Dia adalah amal saleh.
  13. Memulai pekerjaan adalah sunnah, sedangkan memeliharanya adalah wajib.
  14. Tidak ada perdagangan yang seperti amal saleh, dan tidak ada keuntungan yang seperti pahala.
  15. Jika engkau merasa lelah dalam kebajikan, maka sesungguhnya kelelahan itu akan hilang, sementara kebajikan akan kekal.
  16. Belanjakanlah hartamu dalam hal yang benar, dan janganlah engkau menjadi penyimpan harta untuk selain dirimu (orang lain).
  17. Benar-benar mengherankan, orang yang dikatakan kebaikan ada padanya padahal kebaikan itu tidak ada pada dirinya, bagaimana dia merasa gembira? Dan juga benar-benar mengherankan, orang yang dikatakan keburukan ada padanya, padahal keburukan itu tidak ada pada dirinya, bagaimana dia marah?
  18. Tidak ada yang mengetahui keutamaan orang yang memiliki keutamaan kecuali orang-orang yang memiliki keutamaan.
  19. Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dikhususkanNya dengan berbagai kenikmatan untuk kemanfaatan hamba-hamba-Nya yang lain. Allah mengukuhkan kenikmatan (harta) itu di tangan mereka selama mereka mendermakannya. Maka, jika mereka tidak mendermakannya, pasti Allah akan mencabutnya dari mereka, kemudian Dia mengalihkannya kepada orang-orang selain mereka.
  20. Kebajikan adalah apa yang dirimu merasa tenang padanya dan hatimu merasa tenteram karenanya. Sedangkan dosa adalah yang jiwamu merasa resah karenanya dan hatimu menjadi bimbang.
  21. Jika bentuk keburukan bergerak dan tidak tampak wujudnya, maka Ia akan menyebabkan ketakutan; dan jika tampak wujudnya, maka Ia akan menyebabkan kesakitan. Sebaliknya, jika bentuk kebaikan bergerak dan tidak tampak wujudnya, maka ia akan menyebabkan kegembiraan; dan jika tampak wujudnya, maka ia akan menyebabkan kenikmatan.
  22. Lemparkan kembali batu itu dari arah mana ia datang, karena sesungguhnya kejahatan tidak didorong kecuali oleh kejahatan.
  23. Tangguhkanlah keburukan karena sesungguhnya jika engkau menghendaki, niscaya engkau akan terburu-buru mengerjakannya.
  24. Pelaku kebaikan lebih baik daripada kebaikan itu sendiri, dan pelaku kejahatan lebih jahat daripada kejahatan itu sendiri.
  25. Bersahabatlah dengan orang-orang yang baik, niscaya engkau akan termasuk di antara mereka; dan tinggalkanlah orang-orang jelek, niscaya engkau terpisah dari mereka.
  26. Janganlah engkau bersahabat dengan orang jahat karena sesungguhnya watakmu mencuri dari sebagian wataknya, sementara engkau tidak tahu.
  27. Orang-orang jahat mengincar keburukan manusia dan meninggalkan kebaikan mereka, sebagaimana lalat mengincar tempat-tempat yang busuk.
  28. Sesuatu yang manfaatnya bersifat umum adalah kematian bagi orang-orang jahat.
  29. Janganlah kalian bersahabat dengan orang-orang jahat karena Sesungguhnya mereka mengungkit-ungkit kebaikan mereka terhadap kalian.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada Maret 26, 2011 inci Al-Hikam, Amar ma'ruf, Kata-kata Mutiara

 

>Wirid Lebih Utama Ketimbang Pahalanya

>

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary
Tidak ada yang meremehkan konsistensi wirid (ketaatan di setiap waktu) kecuali orang yang sangat bodoh, karena warid ( pahala wirid) itu akan di dapat di negeri akhirat, sedangkan taat atau wirid itu akan lenyap bersama lenyapnya dunia ini.

Sedangkan yang lebih utama untuk diprioritaskan adalah yang wujudnya tidak bisa diabaikan. Wirid adalah HakNya yang harus anda laksanakan. Sedangkan warid adalah sesuatu yang anda cari dariNya. Mana yang lebih utama antara sesuatu yang dituntut oleh Allah padamu, dibanding apa yang anda tuntut dari Allah?
Mayoritas ummat ini lebih banyak berburu pahala dan janjinya Allah swt. Dalam segala gerak gerik ibadahnya. Padahal yang lebih utama adalah ibadah dan kepatuhannya itu sendiri. Sebab kepatuhan dan ubudiyah yang dituntut oleh Allah swt, dan menjadi HakNya, itu lebih utama dibanding hak kita yang besok hanya akan bisa kita raih di akhirat.

Sebab kesempatan melaksanakan HakNya saat ini dibatasi oleh waktu dunia, dan akan habis ketika usia seseorang itu selesai. Karena itu semampang di dunia, ibadah, amal, wirid harus diperbanyak sebanyak-banyaknya. Soal pahala dan balasan di akhirat itu bukan urusan kita. Manusia tidak berhak mengurus dan menentukan pahalanya. Semua itu adalah haknya Allah swt. Yang telah dijanjikan kepada kita, karena merasa menginginkannya.
Ibnu Athaillah lalu menegaskan, mana lebih utama tuntutan anda apa tuntutan Allah?
Disinilah lalu berlaku pandangan:
1. Taat itu lebih utama dibanding pahalanya.
2. Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya.
3. Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya.
4. Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya.
5. Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya.
6. Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan.
7. Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya.
8. Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan.
9. Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati.
10. Wirid itu lebih utama ketimbang warid.
11. dan seterusnya.

Para sufi sering mengingatkan kita, “Carilah Istiqomah dan jangan anda menjadi pemburu karomah. Sebab nafsumu menginginkan karomah sedangkan Tuhanmu menuntutmu istiqomah. Jelas bahwa Hak Tuhanmu lebih baik dibanding hak nafsumu.”

Abu Syulaiman ad-Darany menegaskan, “Seandainya aku disuruh memilih antara sholat dua rekaat dan masuk syurga firdaus, sungguh aku memilih sholat dua rekaat. Karena dalam dua rekaat itu ada Hak Tuhanku, sedangkan dalam syurga firdaus hanya ada hak diriku.”

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 23, 2011 inci Al-Hikam

 

>Tanpa Cinta, Segalanya Tak Bernilai

>

Jika engkau bukan seorang pencinta, maka jangan pandang hidupmu adalah
hidup. Sebab tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan dihitung pada Hari
Perhitungan nanti. Setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta, akan menjelma
menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung Kesedaran telah turun dari langit dan terikat pada bumi
sepanjang dua atau tiga hari. Mereka merupakan bintang-bintang di langit
agama yang dikirim dari langit ke bumi. Demikian pentingnya Penyatuan
dengan Allah dan betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai angin, buatlah tarian ranting-ranting dalam zikir hari yang kau
gerakkan dari Persatuan. Lihatlah pepohonan ini ! Semuanya gembira
bagaikan sekumpulan kebahagiaan. Tetapi wahai bunga ungu, mengapakah
engkau larut dalam kepedihan ? Sang lili berbisik pada kuncup : “Matamu
yang menguncup akan segera mekar. Sebab engkau telah merasakan
bagaimana Nikmatnya Kebaikan.”
Di manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati adalah melalui Kerendahan
Hati. Hingga dia akan sampai pada jawaban “YA” dalam pertanyaan :
“Bukankah Aku ini Rabbmu ?”

 
 

>UNTAIAN KALIMAT HIKMAH ALI bin ABI THALIB

>

ILMU & PENGAMALANNYA
1. Ilmu berhubungan dengan amal. Barangsiapa yang berilmu, nis-caya mengamalkan ilmunya. Ilmu memanggil amal; maka jika ia menyambut panggilannya …; bila tidak menyambutnya, ia akan berpindah darinya.
2. Pelajarilah ilmu, niscaya kalian akan dikenal dengannya; dan amal-kanlah ilmu (yang kalian pelajari) itu, niscaya kalian akan terma­suk ahlinya.
3. Wahai para pembawa ilmu, apakah kalian membawanya? Sesung­guhnya ilmu… hanyalah bagi yang mengetahuinya, kemudian dia mengamalkannya, dan perbuatannya sesuai dengan ilmunya. Akan
datang suatu masa, dimana sekelompok orang membawa ilmu, na-mun ilmunya tidak melampaui tulang selangkanya. Batiniah me-reka berlawanan dengan lahiriah mereka. Dan perbuatan mereka berlawanan dengan ilmu mereka.
4. Orang yang beramal tanpa ilmu, seperti orang yang berjalan bukan di jalan. Maka, hal itu tidak menambah jaraknya dari jalan yang terang kecuali semakin jauh dari kebutuhannya. Dan orang yang beramal dengan ilmu, seperti orang yang berjalan di atas jalan yang terang. Maka, hendaklah seseorang memperhatikan, apakah dia berjalan, ataukah dia kembali?
5. Janganlah sekali-kali engkau tidak mengamalkan apa yang telah engkau ketahui. Sebab, setiap orang yang melihat akan ditanya ten-tang perbuatannya, ucapannya, dan kehendaknya.

6. Orang yang berilmu tanpa amal, seperti pemanah tanpa tali busur.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 22, 2011 inci Kata-kata Mutiara

 

>Petuah Hikmah Muslim

>

Adab Makan dan Minum

Wahai, Anakku ! Jika engkau ingin hidup dalam keadaan sehat tubuhmu dan bersih dari penyakit, maka janganlah memasukkan dalam perutmu makanan demi makanan. Janganlah makan, kecuali bila engkau sudah lapar. Dan ketika engkau makan, janganlah engkau penuhi perutmu dengan makanan.

Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah anak Adam (manusia) memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perutnya.”

Wahai, Anakku ! Apabila engkau ingin makan, maka cucilah kedua tanganmu lebih dulu. Dan sebutlah nama Allah untuk makananmu dan jangan menelan makanan itu sekaligus, tetapi kunyahlah makanan itu dengan baik. Karena pengunyahan yang baik membantu pencernaan.

Makanlah makanan yang ada di depanmu dan janganlah ulurkan tanganmu ke sana dan ke sini di dalam wadah, karena hal itu termasuk keserakahan yang tercela.

Wahai, Anakku ! Janganlah engkau lakukan seperti apa yang dilakukan orang-orang yang rendah dan tidak bermoral. Maka, janganlah engkau makan di pasar maupun di tengah jalan, walaupun hanya makan buah. Karena hal itu menjatuhkan harga diri dan mengurangi wibawa orang yang berbudi.

Wahai, Anakku ! Hindarilah sifat kikir dan serakah. Apabila engkau duduk dan di sampingmu ada seorang yang engkau kenal atau tidak engkau kenal, maka ajaklah dia makan bersamamu.

Apabila masih ada sisa makanan, maka sedekahkanlah kepada orang yang membutuhkan dan jangan menganggap kecil sesuatu yang engkau sedekahnya. Karena sedekah yang sedikit mempunyai tempat yang dibutuhkan oleh orang-orang miskin. Apabila engkau memberi sedekah kepada seorang miskin, janganlah engkau mengejeknya.

Janganlah sedekahmu disusul dengan mengganggu orang yang engkau beri sedekah.

’’ Perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).”

berusahalah sekuat tenaga untuk menyembunyikan sedekahmu dari orang banyak. Karena sedekah secara sembunyi memadamkan amarah Allah Ta’ala.

Wahai, Anakku ! Hindarilah makan dan minum dalam wadah-wadah yang kotor. Boleh jadi kekotoran wadah-wadah itu akan menimbulkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh pengobatan dokter maupun orang bijak.

Janganlah engkau minum, kecuali air yang bersih dari kotoran. Apabila engkau minum, maka sebutlah nama Allah sebelum minum dan jangan minum air dengan sekali teguk, tetapi minumlah dengan mengisapnya sedikit demi sedikit.

Istirahatlah sejenak di waktu minum dan hendaklah engkau lakukan itu tiga kali. Engkau selingi antara kali yang satu dan kali yang lain dengan menyebut nama Allah Ta’ala.

Apabila selesai makan dan minum, maka panjatkan puji bagi Allah yang memberimu makan dan minum, dan panjatkan syukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Semoga Allah memberimu petunjuk dan bimbingan.

LIDAH

1.      Lidah orang mukmin berada di belakang hatinya, sedang hati orang munafik berada di belakang lidahnya.

2.      Tidaklah lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya sehingga lurus lidahnya.

3.      Demi Allah, tidaklah aku melihat seorang hamba bertakwa dengan takwa yang membawa manfaat baginya sehingga dia menyimpan lidahnya.

4.      Sesungguhnya lidah ini senantiasa tidak mematuhi pemiliknya.

5.      Berbicaralah, niscaya kalian akan dikenal karena sesungguhnya seseorang tersembunyi di bawah lidahnya.

6.      Ketenangan seseorang terdapat dalam pemeliharaannya terhadap lidahnya.

7.      Lidahmu menuntutmu apa yang telah engkau biasakan padanya.

8.      Lidah laksana binatang buas, yang jika dilepaskan, niscaya ia akan menggigit.

9.      Jika lidah adalah alat untuk mengekspresikan apa yang muncul dalam pikiran, maka sudah seyogianya engkau tidak menggunakannya dalam hal yang tidak ada dalam pikiran itu.

10.  Perkataan tetap berada dalam belenggumu selama engkau belum mengucapkannya. Jika engkau telah mngucapkan perkataan itu, maka engkaulah yang yang terbelenggu olehnya. Oleh karena itu, simpanlah lidahmu, sebagaimana engkau menyimpan emasmu dan perakmu. Adakalanya perkataan itu mengandung kenikmatan, tetapi ia membawa kepada bencana.

11.  Sedikit sekali lidah berlaku adil kepadamu, baik dalam hal menyebarkan keburukan maupun kebaikan.

12.  Timbanglah perkataanmu dengan perbuatanmu, dan sedikikanlah ia dalam berbicara kecuali dalam kebaikan.

13.  Sesungguhnya adakalanya diam lebih kuat daripada jawaban.

14.  Jika akal telah mencapai kesempurnaan, maka akan berkuranglah pembicaraannya.

15.  Apa yang terlewat darimu karena diammu lebih mudah bagimu untuk mendapatkannya daripada yang terlewat darimu karena perkataanmu.

16.  Sebaik-baik perkataan seseorang adalah apa yang perbuatannya membuktikannya.

17.  Jika ringkas (dalam perkataan) sudah mencukupi, maka memperbanyak (perkataan) menunjukkan ketidakmampuan mengutarakan sesuatu. Dan jika ringkas itu dirasa kurang, maka memperbanyak (perkataan) wajib dilakukan.

18.  Barangsiapa yang banyak bicaranya, maka banyak pula kesalahannya; barangsiapa yang banyak kesalahannya, maka sedikit malunya; barangsiapa yang sedikit malunya, maka sedikit wara’-nya (kehati-hatian dalam beragama)-nya; barangsiapa yang sedikit wara’-nya, maka mati hatinya; dan barangsiapa yang mati hatinya, maka dia akan masuk neraka.

WANITA

1.      Sesungguhnya wanita (sanggup) menyembunyikan cinta selama empat puluh tahun, namun dia tidak (sanggup) menyembunyikan kebencian walaupun hanya sesaat.

2.      Sesungguhnya Allah menciptakan wanita dari kelemahan dan aurat. Maka, obatilah kelemahan mereka dengan diam, dan tutupilah aurat itu dengan menempatkannya di rumah.

3.      Sebaik-baik perangai wanita adalah seburuk-buruk perangai laki-laki, yaitu; angkuh, penakut, kikir. Jika wanita angkuh, dia tidak akan memberi kuasa kepada nafsunya. Jika wanita itu kikir, dia akan menjaga hartanya dan harta suaminya. Dan jika wanita itu penakut, dia akan takut dari segala sesuatu yang menimpanya.

4.      Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, karena mungkin saja kecantikannya akan membinasakannya. Dan jangan pula kalian menikahi wanita karena hartanya, karena mungkin saja hartanya akan menjadikannya bersikap sewenang-wenang. Akan tetapi, nikahilah wanita itu karena agamanya. Sungguh, seorang budak hitam yang putus hidungnya, tetapi kuat agamanya, dia lebih utama.

5.      Aib yang terdapat pada seorang wanita akan terus ada selamanya. Aib ini juga akan menimpa anak-anaknya setelah menimpa ayah mereka.

6.      Kecemburuan seorang wanita adalah kekufuran, sedangkan kecemburuan seorang laki-laki adalah keimanan.

7.      Amma ba’du. Wahai penduduk Irak, sesungguhnya kalian ini seperti wanita yang mengandung. Dia lama mengandung bayinya, ketika telah sempurna kandungannya, dia melahirkan bayinya dalam keadaan mati, lalu meninggal pula suaminya dan dia pun lama menjanda. Kemudian yang mewarisi dirinya adalah orang yang jauh (kekerabatannya) dengannya.

TABIAT MANUSIA

1.      Orang-orang lemah selalu menjadi musuh bagi orang-orang yang kuat, orang-orang bodoh bagi oang-oang bijak, dan orang-orang jahat bagi orang-orang baik. Inilah tabiat (manusia) yang tidak dapat diubah.

2.      Kebiasaan itu kuat. Maka, barangsiapa yang membiasakan sesuatu pada dirinya secara diam-diam dan dalam kesendiriannya, kebiasaan itu pasti akan menyingkapkannya secara terang-terangan dan terbuka.

3.      Kebiasaan adalah tabiat kedua yang menguasai.

4.      Kebiasaan yang buruk adalah persembunyian yang tidak aman.

5.      Dan Allah membagi-bagi makhlukNya menjadi bangsa-bangsa yang berbeda negeri dan kemampuan, tabiat dan bentuk (penampilan). Dia menciptakan makhluk-makhluk dengan penciptaan yang sempurna dan menciptakannya sesuai dengan kehendakNya.

AJAL MANUSIA

1.      Barangsiapa yang panjang umurnya, maka dia akan melihat pada diri musuh-musuhnya sesuatu yang menyenangkannya.

2.      Barangsiapa yang telah genap berusia empat puluh tahun, dikatan kepadanya,” Waspadalah akan datangnya hal yang telah ditakdirkan (kematian) karena sesungguhnya engkau tidak dimaafkan. “ Dan bukanlah orang yang berumur empat puluh tahun itu lebih berhak mendapatkan peringatan daripada orang yang berumur dua puluh tahun. Sebab yang mengejar keduanya sama (satu), dan dia tidak pernah tidur dari yang dikejarnya itu, yaitu kematian. Oleh karena itu, beramallah demi menghadapi situasi yang sangat menakutkan di hadapanmu dan tinggalkanlah perkataan-perkataan yang indah-indah (yang menipu manusia).

3.      Barangsiapa yang telah berumur tujuh puluh tahun, dia akan banyak mengeluh tanpa adanya suatu penyakit.

4.      Cukuplah ajal sebagai penjaga.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 22, 2011 inci Petua

 

>Download Ebook Hadits

>Download eBook Hadits:

  1. Bulughul Maram.chm
  2. Fathul Bari Jilid 1.pdf
  3. Fathul Bari Jilid 2.pdf
  4. Fathul Bari Jilid 3.pdf
  5. Fathul Bari Jilid 4.pdf
  6. Fathul Bari Jilid 5.pdf
  7. Fathul Bari Jilid 6.pdf
  8. Fathul Bari Jilid 7.pdf
  9. Fathul Bari Jilid 8.pdf
  10. Hadist Web.chm
  11. Hadits-Hadits Dhaif Adabul Mufrad.pdf
  12. Hadits-Hadits Dhaif dalam Riyadhus Shalihin.chm
  13. Riyadhus Shalihin – Imam Nawawi.pdf
  14. Shahih Adabul Mufrad.chm
  15. Shahih At-Targhib Wa At-Tarhib.pdf
  16. Shahih Sunan Ibnu Majah Jilid 1.djvu
  17. Shahih Sunan Ibnu Majah Jilid 2.djvu
  18. Shahih Sunan Ibnu Majah Jilid 3.djvu
  19. Shahih Sunan At-Tirmidzi Jilid 1.djvu
  20. Shahih Sunan At-Tirmidzi Jilid 2.djvu
  21. Shahih Sunan At-Tirmidzi Jilid 3.djvu
  22. Silsilah Hadist Shahih Buku 1.pdf
  23. Silsilah Hadist Shahih Buku 2.pdf
  24. Syarahul Arba’iina Hadiitsan An-Nawawiyah.chm
  25. Syarah Shahih Muslim I.pdf
  26. Silsilah Hadist Dha’if Dan Maudhu’ Jilid 1.pdf
  27. Silsilah Hadist Dha’if Dan Maudhu’ Jilid 2 .pdf
  28. Silsilah Hadist Dha’if Dan Maudhu’ Jilid 1 s/d 4.chm
  29. Terjemah Syarah Shahih Muslim Juz I.pdf
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 22, 2011 inci Download Ebook Hadits

 

>Tafsir Ibnu Katsir

>List ebook Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 – 18

Tafsir Ibnu Katsir Juz 1 …..(34,6 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 2 …..(19,1 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 …..(13,1 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 4 …..(15,3 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 5 …..(16,3 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 …..(22,8 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 7 …..(18,1 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 8 …..(15,3 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 9 …..(17,4 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 10 …..(5,03 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat At Taubah (Juz 11) …..(10,2 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Yunus (Juz 11) …..(4,82 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Huud (Juz 12) …..(5,34 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Yusuf (Juz 12) …..(5,02 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 13 …..(4,7 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 14 …..(4,16 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Juz 15 …..(7,74 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Kahfi (Juz 16) …..(5,04 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Maryam (Juz 16)…..(1,17 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Thoha (Juz 16) …..(3,38 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Anbiyaa (Juz 17) …..(3,91 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Hajj (Juz 17) …..(4,03 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mu’minuun (Juz 18) …..(2,01 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Ahqaaf (Juz 26) …..(2,85 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Muhammad (Juz 26) …..(1,96 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Fath (Juz 26) …..(4,06 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Hujurat (Juz 26) …..(2,65 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Qaaf (Juz 26) …….(1,85 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Adz Dzariyat (Juz 27) …..(1,26 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Ath Thuur (Juz 27) …..(1,38 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat An Najm (Juz 27) …..(2,71 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat AL Qomar (Juz 27) …..(1,8 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Ar Rahman (Juz 27) …..(1,79 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Waqi’ah (Juz 27) …..(2,54 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Hadid (Juz 27) …..(2,41 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mujadilah (Juz 28) …..(4,36 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Hasyr (Juz 28) …..(2,13 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mumtahanah (Juz 28) …..(2,46 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Ash Shaf (Juz 28) …..(1,3 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Jumuah (Juz 28) …..(1,02 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Munaafiqun (Juz 28) …..(630 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Ath Thoghabun (Juz 28) …..(788 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Ath Thalaq (Juz 28) …..(1,37 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat At Tahrim (Juz 28) …..(707 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mulk (Juz 29) …..(1,02 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Qolam (Juz 29) …..(1,29 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat AL Haqqoh (Juz 29) …..(951 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Ma’arij (Juz 29) …..(909 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Nuh (Juz 29) …..(780 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Jin (Juz 29) …..(741 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Muzammil (Juz 29) …..(0,99 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mudatstsir (Juz 29) …..(1,13 MB)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Qiyamah (Juz 29) …..(821 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Insaan (Juz 29) …..(242 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mursalaat (Juz 29) …..(745 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat An Naba (Juz 30) …..(949 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat An Nazi’at (Juz 30) …..(626 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al ‘Abasa (Juz 30) …..(593 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat At Takwir (Juz 30) …..(639 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Muthoffifin (Juz 30) …..(706 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Buruuj (Juz 30) …..(547 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Ath Thoriq (Juz 30) …..(212 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Ghasyiyah (Juz 30) …..(459 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Fajr (Juz 30) …..(697 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Asy Syams (Juz 30) …..(458 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Alamnasyrah (Juz 30) …..(225 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat At Tin (Juz 30) …..(179 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al ‘Alaq (Juz 30) …..(293 kb
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Qodr (Juz 30) …..(287 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Bayyinah (Juz 30) …..(177 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Zalzalah (Juz 30) …..(307 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al ‘Adiyat (Juz 30) …..(134 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Qaari’ah (Juz 30) …..(63,1 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al ‘Ashr (Juz 30) …..(63.2 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Humazah (Juz 30) …..(179 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Fill (Juz 30) …..(569 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Quraisy (Juz 30) …..(140 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Maa’uun (Juz 30) …..(311 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Kautsar (Juz 30) …..(240 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Kafiruun (Juz 30) …..(189 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat An Nashr (Juz 30) …..(179 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Ikhlash (Juz 30) …..(293 kb)
Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mu’awwidzatain (Juz 30) …..(249 kb)
Sumber: http://shirotholmustaqim.wordpress.com (jazahullah khoiran)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 22, 2011 inci Tafsir Al-Qu'ran

 

>Agar Takwa Terasa Mudah dan Ringan

>

ALLAH SWT. menciptakan manusia dengan kecenderungan mencari kepuasan dan menghindari kesulitan, padahal Allah Swt. menghendaki para hambaNya untuk melakukan ibadah, yang berat,

dan meninggalkan maksiat, yang sulit ditinggalkan. Dia menyelimuti surgaNya dengan kesulitan dan menyelubungi nerakaNya dengan kenikmatan syahwat.

Mengetahui tabiat ini, Allah Swt. menjanjikan pahala dan keagungan bagi orang yang patuh kepadaNya dan berpaling dari syahwat, supaya hamba tertarik untuk beribadah dan mendekatkan diri kepadaNya. Disamping itu, Dia memberi ancaman siksa dan kehinaan atas orang yang mendurhakaiNya dan memperturutkan hawa nafsu, supaya hamba tidak membangkang dan tidak berbuat buruk.

Cara mudah dalam meningkatkan takwa adalah dengan berharap-harap cemas. Ketika melihat kemuliaan yang Allah janjikan kepada hambaNya yang taat, manusia senang dan tergerak untuk mengabaikan kesulitan dalam beribadah dan meninggalkan larangan. Saat mengetahui ancaman Allah untuk hambaNya yang bermaksiat, manusia takut dan tergerak untuk mematuhiNya.

Berharap-harap cemas merupakan sarana efektif menuju pelaksanaan amal wajib dan amal sunah serta penghindaran perbuatan terlarang dan perbuatan makruh. Seorang hamba harus senantiasa menghadirkan perasaan tersebut, sehingga pahala dan siksa benar-benar terpampang di depan kedua matanya. Dengan begitu, ia terpicu untuk menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan.

Masalahnya adalah bahwa konsistensi untuk selalu menghadirkan perasaan tersebut berat bagi jiwa, dan ini disebabkan oleh tiga faktor:
1. Bayangan kejadian akhirat yang mengerikan sangat berat bagi jiwa, bahkan menyakitkan hati, terutama bagi orang yang bergelimang dosa, banyak cela, dan mengkhawatirkan pertemuannya dengan Tuhan saat keburukannya diungkap.
2. Bayangan akhirat yang menakutkan membuat impian tentang indahnya dunia dan hasrat untuk memperturutkan syahwat padam.
3. Setan dan hawa nafsu selalu membisikkan bahwa tobat berarti mencegah diri untuk menikmati kesenangan dan kepuasan di dunia.

Oleh sebab itulah, setan dan hawa nafsu menyuruh manusia untuk membuang keinginan bertobat. Hawa nafsu menyuruh demikian agar ia bisa mereguk kesenangan dan kenikmatan duniawi. Adapun setan adalah musuh manusia, sehingga wajarlah kalau ia selalu membisikkan dosa dan permusuhan demi mendapatkan teman ketika disiksa dalam neraka.

Cara melawan bisikan dalam dada ini adalah membandingkan kenikmatan duniawi dengan kenikmatan ukhrawi. Dengan begitu, orang akan sadar bahwa kenikmatan duniawi yang terlewatkan sejatinya tidak seberapa jika dibandingkan dengan kenikmatan yang bisa diperoleh di akhirat, terutama nikmat menatap wajah Tuhan Yang Mahamulia.

Orang cerdas tentu takkan pernah mengutamakan sesuatu yang sedikit lagi fana di atas sesuatu yang mehmpah lagi abadi. Setelah terbiasa membandingkan kedua kenikmatan tersebut, hamba pasti lebih menghargai kenikmatan agung yang kekal daripada kepuasan sesaat yang rendah. Ketika melihat beratnya ibadah di dunia, bandingkanlah dengan beratnya azab akhirat yang disertai dengan murka Tuhan Sang Pencipta.

Dengan begitu, hamba pasti rela menjalani kesulitan sesaat agar terhindar dan penderitaan luar biasa yang abadi. Orang cerdas pasti memilih penderitaan sejenak daripada penderitaan selamanya. Ia akan mengintrospeksi diri dan berkata kepada jiwanya:

Bedebah kau jiwa! Engkau gelisah saat tersengat bayangan akhirat yang mengerikan, tetapi tidak resah dengan ancaman akhirat yang menghanguskan segenap jiwa dan ragamu?! Engkau keberatan untuk membuang bayangan kenikmatan duniawi yang semu dan hina, tetapi tidak keberatan untuk menyingkirkan bayangan kenikmatan akhirat yang hakiki?! Apakah kau ingin menukar sesuatu yang mulia dengan sesuatu yang nista?! “Dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual diri demi sihir andai saja mereka tahu.” Kalau engkau membiasakan diri memikirkan perkara akhirat, niscaya Allah mengganti hasrat bermaksiat dengan indahnya ibadah dan harapan akan pahala di akhirat.

Orang dapat konsisten menghadirkan bayangan mengerikan Hari Kiamat jika ia berusaha sekuat tenaga membayangkannya. Ini baru bisa dicapai jika hati kosong dan hanya memikirkan peristiwa itu berikut segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Di samping itu, anggota tubuh juga tidak boleh sibuk dengan sesuatu yang menghapus pikiran tentang Hari Kiamat.

Rangkaian kejadian Hari Kiamat harus selalu diingat hingga kalbu gemetar dan takut, lalu menggerakkan Anda untuk menyiapkan diri guna menghadapi hari itu. Untuk membuat masakan dalam panci cepat matang, umpamanya, kayu bakar di bawahnya harus banyak. Hati pun cepat matang dan membuang nafsu syahwatnya bila telah dirasuki rasa takut akan siksa. Ketika Anda berusaha menakut-nakuti kalbu, setan pasti berusaha merusak usaha itu dengan menanamkan kepercayaan bahwa Anda telah sukses melakukan itu berkat tekad dan kecermatan Anda dalam menata kalbu. Kalau Anda menerima bisikan ini, usaha Anda pasti sia-sia. Kalau Anda mengacuhkannya, rasa takut kalbu benar-benar berguna.

Rasa takut yang bermanfaat ini akan berpadu dengan taufik dan membuat Anda terhindar dan dosa serta giat beribadah kepada Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi.

Seandainya cahaya makrifat menyinari seseorang, segenap hasrat dan tekadnya terhimpun tanpa harus membiasakan diri memikirkan akhirat. Sayangnya, zaman sekarang, sulit menemukan orang seperti itu.

Hatiku dipenuhi segudang ambisi
Yang segera sirna setelah mata hatiku melihat-Mu
Aku meninggalkan dunia dan agama manusia demi menyibukkan diri dalam mengingat-Mu
Wahai agama dan duniaku, orang yang kudengki berubah iri kepadaku
aku menjadi tuan di dunia setelah menjadikan-Mu sebagai Tuhan.

Kebiasaan memikirkan akhirat dan memusatkan tekad yang meningkatkan ketakwaan dan ibadah kepada Allah Swt. bisa dicermati melalui dua ilustrasi berikut.

Baju kotor yang dipenuhi noda hanya bisa dibersihkan dengan dicuci berulang-ulang. Demikian juga kalbu yang dipenuhi kotoran syahwat dan noda perbuatan haram. Ia hanya bisa dibersihkan dengan senantiasa mengingat akhirat, sehingga ia bertobat dan meninggalkan perbuatan nista. Penyakit yang menahun hanya bisa disembuhkan dengan terapi dan pengobatan berkesinambungan. Demikian pula kalbu berpenyakit. Ia hanya bisa diobati dengan terus-menerus membayangkan siksa yang Allah Swt. janjikan kepada para pendosa.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 22, 2011 inci Amar ma'ruf, Tips

 

>Adab Pencari Ilmu

>

Adab Pencari Ilmu
Dzun-Nuun al-Mishry berkata: “Ada seorang tokoh di Marokko diceritakan sifat-sifatnya padaku. Hingga akhirnya aku menempuh perjalanan ke sana. Selama 40 hari aku diam di sana, namun aku tidak mendapatkan pengetahuan apa-apa. Saya tahu tokoh itu sangat sibuk dengan Tuhannya. Padahal aku pun juga tidak pernah sedikit pun mengurangi rasa hormatku. Suatu hari ia melihatku:
“Dari mana seorang pengembara ini?” tanyanya.
Aku ceritakan perjalananku dan sebagian kondisi jiwaku.
“Apa yang membuat anda kemari?”
“Saya ingin menggali ilmu anda…” kataku.
“Taqwalah kepada Allah dan pasrahlah kepadaNya. Karena Dia adalah Yang Maha Memelihara nan Maha Terpuji,” katanya kemudian diam begitu lama.

“Mohon ditambah lagi bagiku, semoga Allah merahmatimu. Saya ini orang yang sangat asing, dan datang dari negeri yang jauh. Aku ingin bertanya banyak hal yang bergolak di batinku….”
“Anda ini pelajar, seorang Ulama atau peneliti?” tanyanya padaku.
“Saya ini pelajar yang sangat butuh pengetahuan.”
“Nah, anda sebaiknya tetap di posisi anda sebagai pelajar. Jagalah adab dan jangan melampaui batas. Sebab jika anda melampaui batas adab tadi malah rusak manfaatnya.
Para cendekiawan itu dari kalangan para Ulama. Sedangkan para ‘Arifun itu dari kaum Sufi yang menempuh jalan kebenaran dan menempuh segala jerih payah kesusahan, mereka pergi dengan kebajikan dunia akhirat.”

“Semoga Allah memberikan rahmat padamu. Kapankah seorang hamba sampai pada tahap yang anda ungkapkan sifatnya itu?” tanyaku lagi

“Jika ia telah keluarkan hatinya dari sebab akibat duniawi.”
“Kapan seorang hamba bisa demikian?”
“Jika ia telah keluar dari merasa bisa berdaya dan berupaya.”
“Apakah pangkal akhir seorang ‘arif itu?”
“Jika semuanya seperti tiada ketika semuanya ada.”
“Kapan sampai pada martabat Shiddiqin?”
“Jika sudah mengenal dirinya.”
“Kapan mengenal dirinya?”
“Jika telah tenggelam di lautan anugerah. Dan keluar dari tempat ke-egoannya dan berpijak pada langkah keluhuran.”
“Kapan sampai pada sifat-sifat itu?”
“Bila ia duduk di kapal Ketunggalan.”
“Apa kapal Ketunggalan itu?”
“Menegakkan ubudiyah yang benar.”
“Lalu kebenaran ubudiyah itu yang bagaimana?”
“Beramal hanya bagi Allah Ta’ala, dan ridlo terhadap ketentuan Allah.”
“Kalau begitu berilah aku wasiat…”
“Aku wasiat kepadamu, agar terus bersama Allah.”
“Lagi….”
“Cukup!”

Abdul Wahid bin Zaid ra, mengisahkan, “Suatu hari aku bertemu dengan seseorang ketika di perjalananku, ia memakai baju dari bulu. Aku ucapkan salam padanya.
“Semoga Allah merahmatimu, aku ingin bertanya suatu hal.”
“Silakan. Hari-hari telah lewat dan nafas itu dihitung dan dibatasi. Sedangkan Allah terus menerus mendengar dan melihat.”
“Apakah pangkal taqwa itu?”
“Sabar bersama Allah Ta’ala,” jawabnya.
“Sabar itu pangkalnya apa?”
“Tawakkal pada Allah.”
“Pangkal tawakkal?”
“Memutuskan diri hanya bagi Allah.”
“Pangkal memutuskan diri hanya bagi Allah?”
“Menyendiri bersama Allah.”
“Pangkal menyendiri?”
“Membuang dari hati, segala hal selain Allah.”
“Kalau hidup paling nikmat?”
”Berbahagia dengan dzikrullah.”
“Kalau hidup paling bagus?”
“Ya, hidup bersama Allah.”
“Apa yang disebut paling dekat?”
”Bertemu Allah.”
“Apa yang paling membuat hati lapar?”
“Pisah dengan Allah.”
Apa sesungguhnya cita-cita sang ‘arif?”
“Bertemu Allah.”
“Kalau tanda-tanda pecinta Allah itu?”
“Mencintai Dzikrullah.”
“Apakah mesra berbahagia dengan Allah itu?”
“Meneguhkan rahasia jiwa bersama Allah.”
“Apakah pangkal kepasrahan diri itu?”
“Menyerahkan diri total terhadap perintah Allah.”
“Lalu pangkal menyerahkan diri total?”
“Mengingat pertanggung-jawaban di hadapan Allah.”
“Apakah kegembiraan paling agung?”
“Husnudzon kepada Allah.”
“Kalau manusia paling agung?”
“Manusia yang merasa puas jiwanya pada Allah.”
“Lalu siapa manusia paling kuat?”
“Orang yang meraih kekuatan bersama Allah.”
“Kalau orang yang bangkrut itu siapa?”
“Orang yang rela pada selain Allah.”
“Apakah kehilangan harga diri itu?”
“Bila menanjak jiwanya tanpa bersama Allah.”
“Kapan seorang hamba terjauhkan dari Allah?”
“Bila ia tertutup dari Allah.”
“Kapan seseorang itu tertutup dari Allah?”
“Bila di hatinya masih ada hasrat selain Allah.”
“Siapakah orang yang alpa itu?”
“Siapa pun yang menghabiskan umurnya tanpa disertai ketaatan pada Allah.”
“Apakah zuhud di dunia itu?”
“Meninggalkan segala hal yang menyibukkan hatinya dari Allah.”
“Siapakah orang yang menghadap Allah?”
“Ya, siapa pun yang menghadap pada Allah.”
“Lalu siapa yang lari dari Allah?”
“Siapapun yang lari dari Allah.”
“Apakah Qalbun Salim itu?”
“Qalbu yang di dalamnya tidak ada lagi selain Allah.”
“Tolong beri tahu aku, darimana anda makan?”
“Dari kekayaan Allah.”
“Apa sih yang anda sukai?”
“Apa pun yang ditentukan Allah padaku.”
“Kalau begitu beri aku wasiat…”
“Lakukan taat kepada Allah dan ridlo-lah kepada ketentuanNya, bersenanglah dengan dzikrullah, maka kalian akan jadi pilihan Allah.”

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 21, 2011 inci Amar ma'ruf, Tanya jawab

 

>Orang Yang Mengenal Allah Tidak Akan Maksiat

>

Orang Yang Mengenal Allah Tidak Akan Maksiat.
Suatu hari dalam perjalananku, kata Dzun Nuun al-Mishry, aku bertemu dengan orang tua, yang di wajahnya ada tanda sebagai kaum ‘arifin.
“Semoga Allah merahmati anda. Manakah jalan menuju Allah?” tanyaku padanya.
“Kalau anda mengenalNya pasti anda tahu jalan menuju padaNya.”
“Apakah seseorang bisa beribadah kepadaNya tanpa mengenalNya?”
“Apakah orang yang mengenalNya itu maksiat padaNya?” jawabnya.
“Bukankah Adam as, itu maksiat padaNya dengan keparipurnaan ma’rifatnya?”
“Maka dia lupa, dan Kami tidak menemukan baginya tekad”, Sudahlah kita jangan berdebat!”
“Bukankah perbedaan Ulama itu rahmat?”
“Memang. Kecuali dalam soal konsentrasi Tauhid.”
“Konsentrasi Tauhid yang bagaimana?”
“Menghilangkan pandangan selain Allah karena Kemaha tunggalanNya.”
“Apakah orang ‘arif itu gembira?”
“Apakah orang ‘arif itu gelisah?” katanya balik bertanya.
“Bukankah orang yang mengenal Allah itu selalu gundah hatinya?”
“Tidak, bahkan orang yang mengenal Allah kegundahan hatinya sirna.”
“Apakah dunia bisa merubah hati orang ‘arifin?”
“Apakah akhirat bisa mengubah hatinya?” katanya lebih tajam.
“Bukankah orang ‘arif itu sangat menghindari makhluk?”
“Na’udzubillah, sang ‘arif tidak pernah gentar dengan makhluk, hanya saja dia hatinya hijrah dan menyendiri bersama Allah.”
“Apakah ada yang mengenal orang ‘arif?”
“Nah, apakah ada yang tidak mengenalnya?” jawabnya.
“Apakah sang airf bisa putus asa terhadap perkara selain Allah?”
“Apakah ada orang arif yang masih memandang selain Allah? Hingga ia harus putus asa?”
“Apakah sang ‘arif itu juga rindu pada Tuhannya?”
“Apakah sang ‘arif pernah kehilangan Allah, sampai ia harus rindu padaNya?”
“Apakah Ismul A’dzom itu?”
“Hendaknya anda katakan, Allah.”
“Banyak sekali ucapan anda tetapi tidak bisa membuat diriku bergetar oleh kharisma Ilahi!” kataku.
“Karena anda berkata dari dorongan dirimu, bukan dari dorongan Ilahi.”
“Nasehati diriku!”
“Sudah cukup banyak nasehat bagimu, yang penting anda tahu bahwea Dia melihatmu.”
Lalu aku meninggalkan orang itu. Namun begitu bangkit aku bertanya lagi.
“Apa yang ingin kau perintahkan padaku?”
“Cukuplah dirimu melihat dirimu dalam seluruh tingkah laku jiwamu…”

***

Yahya bin Mu’adz – Rahimahullah Ta’ala – ditanya:
“Apakah tanda hati yang benar itu?”
“Hati yang istirahat dari kesusahan dunia.” Jawabnya.
“Kalau konsumsi hati?”
“Dzikir yang hidup, tak pernah mati.”
“Lalu kehendak yang benar itu seperti apa?”
“Meninggalkan kebiasaan-kebiasaan manusiawi.”
“Makna rindu?”
“Terus menerus fokus pada Yang Di Atas…”
“Kapan perkara hamba Allah tuntas?”
“Jika tenteram bersama Allah tanpa hasrat.”
“Kalau tanda-tanda seorang penempuh?”
“Tandanya ia tidak sibuk (hatinya) dengan urusan makhluk…”
“Lalu pangkal hidayah itu apa?”
“Ketaqwaan yang benar!”
“Apa yang disebut dengan kenikmatan?”
“Berserasi dengan Allah.”
“Siapa yang disebut sebagai orang asing?”
“Siapa pun yang cinta di hatinya, tidak mencari keuntungan”
“Kapan seorang hamba sampai pada wilayah Tuhannya?”
“Bila hatinya lepas dari segala hal selain Allah Ta’ala.”
“Apakah yang disebut dengan kebebasan agung itu?”
“Penyerahan total kepada Sang Tuhan…”
“Apakah amal paling utama?”
”Dzikir kepada Allah kapan dan dimana saja”.
“Apa yang disebut dengan kebutuhan besar?”
“Kebutuhan besar adalah melanggenggkan bahagia bersama Allah.”
“Apakah yang menjadi hijab qalbu?”
“Merasa puas (selesai) dengan Tuhannya.”
“Apakah hidup yang indah itu?”
“Hidup bersama Yang Maha Agung.”
“Lalu hakikat berserasi dengan Allah?”
“Adalah berlangkah benar dan bersih.”
“Siapakah para pecinta itu?”
“Kaum ‘arifin.”
“Siapa yang disebut orang mulia?”
“Siapa pun yang meraih kemuliaan bersama Yang Maha Mulia.”
“Siapa yang disebut manusia utama?”
“Siapa pun yangbermesra bahagia dengan Yang Maha Lembut.”
“Siapa yang disebut orang alpa?”
“Siapa pun yang menyia-nyiakan usianya.”
“Apakah yang disebut dunia?”
“Segala hal yang membuat anda lupa pada Allah.”

Memang benar, sumber kema’rifatan adalah qalbu, karena firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya syi’ar itu dari ketaqwaan qalbu.”
Sedangkan sumber Musyahadah adalah kedalaman qalbu. Karena firmanNya:
“Kedalaman qalbu tak pernah dusta terhadap apa yang dilihatnya.”

Sumber cahaya adalah dada, karena firmanNya:
“Bukankah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah terhadap Islam, maka dialah yang mendapatkan cahaya dari TuhanNya?”

Dan segala cinta yang semakin bertambah, senantiasa menambah rasa cinta kita kepada Rasulullah saw, dan para wali-waliNya.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 21, 2011 inci Amar ma'ruf, Tanya jawab